
TAWASSUTH.ID – Semua orang tua menginginkan anaknya sukses, sukses dalam bidang ilmu pengetahuan dan sukses dalam pekerjaan. Sukses dalam ilmu pengetahuan tentu harapan kita semua adalah pengetahuan umum dan pengetahuan agama. Salah satu pengetahuan agama itu ada di dayah/pesantren. Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan nonformal, walaupun banyak pesentren memiliki pendidikan dan pengajaran yang setara/sama dengan sekolah-sekolah pada umumnya. Namun berdeda dari sisi pengetahuan yang diajarkan dan juga kurikulum yang digunakan. Sedangkan Dayah merupakan lembaga pendidikan tradisonal yang memiliki jiwa kependidikan agama yang tinggi dengan belajar kitab-kitab klasik atau kitab gundul/kitab kuning. Dayah/Pesantren memiliki daya tarik tersendiri, dengan sistem mondok dan ilmu yang diajarkan yang sesungguhnya adalah membawa para santri menguasai bukan hanya ilmu agamanya saja namun ilmu pengetahuan pada umumnya.
Makna dayah atau pesantren pada sebagian orang tua dipahami sebagai lembaga pendidikan yang hanya mengajarkan kitab-kitab klasik atau yang dikenal dengan kitab kuning saja, namun dayah atau pesantren memiliki wahana pendidikan yang justru membawa santri akan lebih memahami dunianya. Santri adalah peserta didik dalam dayah atau pesantren baik tradisional maupun modern. Pada umumnya di Aceh memiliki dayah atau pesantren lebih banyak yang tradisional, namun tidak kalahnya dengan dayah modern.
Aceh dikenal daerah yang memiliki banyak lembaga pendidikan berupa dayah atau pesantren. Berabad-abad sudah, Aceh telah menjadikan lembaga pendidikan dayah atau pesantren tersebut sebagai ujung tombak dalam menjalankan syariat Islam. Banyak dayah atau pesantren terutama yang tradisonal telah melahirkan para genarasi ulama yang akan membetengi masyarakat dalam menghadapi kehidupan dunia yang semakin tidak membawa kepada ajaran yang benar. Sulit rasanya menyatakan bahwa pesantren atau dayah tidak memiliki masa depan. Banyak orang yang ragu ketika membawa atau mengantarkan anaknya untuk mondok di dayah atau pesantren. Namun kenyataan menunjukkan Pesantrenlah atau Dayahlah yang hari ini menjadi primadona sebagai lembaga pendidikan agama.
Santri pilihan atau paksaan.
Memasuki Dayah atau pesantren biasanya menunggu selesai Sekolah Dasar atau sekolah Madrasah Ibtidaiyah. Para siswa biaya dihadapkan pada pilihan orang tua, namun tidak jarang juga ada pilihan yang muncul dari dalam diri seorang siswa tersebut. Ada jiwa-jiwa yang menginginkan dirinya mendapatkan pendidikan dalam dayah dan juga ada jiwa yang memang harus memilih pada sekolah formal pada umumnya. Menjadi santri mungkin dihadapkan pada pilihan-pilihan tertentu dengan semangat tertentu pula. Tidak semua orang tua mengarahkan anaknya untuk belajar di dayah atau pesantren, karena Dayah atau Pesantren dianggap lembaga pendidikan yang tidak memberi harapan masa depan anak.
Sungguh ironi ketika anggapan tidak memberi masa depan anak justruk santri hari ini menjadi primadona bagi generasi melineal dan dapat diandalkan dalam dunia pendidikan. Dulu mungkin agak miris pemahaman kepada santri, karena santri indentik dengan kain sarung, sandal jepit dan kitab gundul di tangannya lalu melangkah ke rangkang (tempat pengajian). Namun hari ini dan hari-hari selanjutnya justru dayah atau pesantren menjadi pilihan setelah menamatkan sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah, justru hari ini menjadi terbalik dan dayah atau pesantren menjadi rebutan bagi sebagai anak dan orang tuanya.
Dulu terpaksa mengantar anaknya ke dayah atau pesantren karena tidak dapat diterima di sekolah favorit yang diinginkan, dan keterpaksaan tersebut ternyata membawa dampak yang baik kepada anak sebagai santri dayah. Dayah telah membuka jendela ilmu-ilmu agama yang kuat bagi seorang santri, dayah juga mengajarkan bagaimana seorang santri dalam mengamalkan perilaku dan akhlak yang mulia, dayah juga mengantarkan seorang santri menjadi bibit-bibit ulama di tengah-tengah masyarakat. Karena keterpaksaan itulah telah membuka mata kepala dan mata hati seorang orang tua terhadap masa depan anaknya.
Kini seorang santri Dayah ternyata mempunyai dan memiliki kemampuan dalam dunia ilmu pengetahuan baik umum maupun agama dan juga memiliki kemampuan psikomotorik atau ketrampilan dalam penerapan ilmu pengetahuan, bukan hanya itu seorang santri justru sangat diandalkan dalam hal perilaku sehari-hari dalam masyarakatnya. Inilah sebenarnya hasil dari seorang santri dalam mengarunginya di Dayah baik Dayah tradisional maupun dayah modern.
Mari kita luruskan pandangan kita terhadap seorang santri di dayah/pesantren dengan tetap menghantarkan anak kita untuk belajar di dayah/pesantren. Terpaksa atau pun pilihan seorang anak atau seorang orang tua, akan kita dapatkan hasil bahwa di era milenial 4.0 tidak ada beda sekolah umum dengan dayah/pesantren, justru seorang santri mahir dalam ilmu pengetahuan juga mahir dalam hafalan quran.
Waallahu’alam bishawab