TAWASSUTH.ID – Perempuan Aceh dikenal tangguh, heroik dan cerdas. Sejarah menulis betapa superiornya perempuan Aceh, baik dalam masa perjuangan melawan penjajah.
Nama-nama perempuan Aceh di masa lalu menjadi catatan penting bagi rakyat Aceh dalam mengingat dan mengenang bahkan menyelami ruh patriotisme mereka pada masa lalu. Memasuki abad ke 19, terjadi kesuraman dan pergeseran nilai alur berfikir para “cerdik pandai” pemikiran cerdas mulai terkontaminasi oleh dogma agama yang digulirkan pada masa itu, sampai hari ini pun dogma agama itu dianggap kartu AS yg tidak akan lekang dalam pemikiran “segelintir” oknum yang akhirnya menjadi pembenaran sejati.
Dikotomi pemikiran mulai memenjara hak asasi perempuan untuk tampil di pentas politik. Perempuan dianggap makhluk tidak berdaya, lemah dan mudah terkena tipu daya. Surat An-Nisa’ ayat 34 ” perempuan tidak boleh menjadi pemimpin” dikibarkan di Aceh sampai “renungan sadis” diperjelas, “jika dalam satu negeri dipimpin perempuan maka rusaklah negara itu”.
Pikiran picik dan oportunis ini harus segera dihilangkan dari segenap pemikiran terutama perempuan Aceh. Karena Allah SWT sebagai penguasa alam semesta tidak pernah membedakan hamba Nya berdasarkan jenis kelamin. Sudah saat nya kita mengusung tokoh perempuan untuk tampil di pentas pemilukada tanpa ada tekanan dan rasa takut. Mari merdekakan alur berfikir. Sudah saat nya Aceh dipimpin seorang perempuan dan katakan tidak pada segala bentuk diskriminasi.