SINDIKASI MEDIA MODERASI BERAGAMA

Berita

Forum Moderasi Beragama Bahas Pentingnya Penguatan Moderasi Beragama di Tengah Era Modernisasi

Forum Moderasi Beragama diselenggarakan di UIN Ar-Raniry, Kamis (18/7/2024). [Foto: Istimewa]

Banda Aceh – Forum Moderasi Beragama yang bertajuk “Pentingnya Penguatan Moderasi Beragama di Tengah Pesatnya Perkembangan IPTEK dan Modernisasi” diadakan oleh Pusat Kerohanian dan Moderasi Beragama (PKMB) Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) RI, pada Kamis (18/07). Acara tersebut dilaksanakan di Aula Teater Museum kampus setempat.

Acara yang dibuka oleh ibu Hastuti Wulanningrum, M.Si selaku perwakilan Direktorat Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kominfo RI dan Prof. Dr. Mujiburrahman, M.Ag, Rektor UIN Ar-Raniry, menegaskan tentang pentingnya penguatan moderasi beragama, terutama di tengah majunya perkembangan zaman.

Forum ini menghadirkan dua narasumber utama, yaitu Prof. Dr. Masykuri Abdillah MA, Staf Khusus Wakil Presiden RI dan Tgk Faisal Ali, Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, serta dimoderatori oleh Dr. Abd. Razak, Lc., MA, Dosen UIN Ar-Raniry.

Dalam pemaparannya, Prof Masykuri menyampaikan hal-hal yang berkenaan dengan aspek teologis dan historis dari penanaman nilai moderasi beragama di tengah masyarakat Indonesia. Menurutnya, kendati praktek moderasi beragama telah dilakukan sejak lama di tengah umat beragama di Indonesia, lahirnya program penguatan moderasi beragama di pemerintah RI merupakan solusi dari masih terjadinya perpecahan yang terjadi atas dasar perbedaan agama.

“Moderasi Beragama dalam prakteknya bisa kita bagi ke dalam 3 konteks; Pertama, konteks sesama manusia, yang disana kita mengedepankan prinsip toleransi; Kedua, konteks bernegara, bisa menerima sistem dan ideologi negara, termasuk hukum-hukumnya; dan Ketiga, konteks modernisasi dan budaya lokal, yang mana beragama dengan baik artinya beragama dengan tidak terlampau konservatif, namun tetap mengedepankan hal-hal prinsipiel dalam ajaran agama.” Ujarnya.

Lebih lanjut, Prof Masykuri menyebutkan bahwa moderasi beragama adalah menghargai keberagaman, bukan dengan mencampuradukkan dan menggabungkan doa-doa antar lintas agama. “Maka saat ini kebingungan terjadi di antara umat beragama. Di mana praktek toleransi dilakukan hingga dalam konteks ibadah. Misalkan dalam salam lintas agama, perlu dipahami apabila terdapat unsur doa dari ajaran agama tertentu, maka ia merupakan ranah ibadah dan tidak bisa kita mencampuradukkannya.” Tegasnya.

Foto bersama dengan Prof. Dr. Masykuri Abdillah, MA (Stafsus Wakil Presiden RI)

Sedangkan Tgk Faisal Ali, dalam paparannya menegaskan bahwa jika umat Islam kembali pada turats yang diwariskan oleh para ulama terdahulu, maka akan ditemukan Islam yang moderat. “Saya melihat bahwa problem yang muncul kekinian baik yang sifatnya liberal maupun radikal, karena kita sudah meninggalkan nilai-nilai yang ditanamkan dalam turats Islami oleh ulama sejak dahulu” Ujarnya.

“Misalkan dalam turats Islam, para ulama melarang melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan yang sah, dan tidak ada pendapat yang menyetujui bahwa mengikuti pemerintahan yang tidak sejalan dengan sistem Islam adalah perilaku thagut. Maka dengan kembali kepada referensi yang kredibel dalam turats, maka moderasi akan muncul di tengah masyarakat.” Paparnya.

Lebih lanjut, Tgk. Faisal mengatakan bahwa umat beragama di Aceh telah diberikan kewenangan untuk memagari daerahnya dari paham-paham anti-moderasi dengan berpegang kepada nilai-nilai Islam wasathiyah yang telah tertanam sejak lama dalam kultur keagamaan di Aceh.

“Di Aceh, tidak menghargai adat istiadat adalah tindakan yang anti terhadap moderasi beragama, terlebih ketika mengingat bahwa kultur bermasyarakat di Aceh bernafaskan Islam. Nilai keislaman yang menjadi kebijakan dalam pemerintahan Aceh telah disahkan melalui Undang-undang negara. Maka tidak menghargai pelaksanaan syariat Islam di Aceh sama dengan melawan pemerintah. Menghargai Aceh dalam urusan syariat Islam maka ialah tindakan moderasi beragama.” Tegas ulama yang akrab dipanggil Lem Faisal tersebut.

Kegiatan tersebut dihadiri oleh sejumlah peserta dari berbagai stakeholder, termasuk dari Tim Rumah Moderasi Beragama IAIN Lhokseumawe, yang dalam hal ini diwakili oleh Dr. Taufiqul Hadi, Lc., MA.

You may also like...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *